ASAL TANAH KARO

Menurut sumber yang kami temukan, pada zaman dahulu kala ada seorang maharaja yang sangat kaya, sakti dan berwibawa. Dia tinggal di sebuah negeri bersama permaisuri dan putra-putrinya, yang jauh sekali di seberang lautan. Dia mempunyai seorang panglima perang yang sangat sakti, berwibawa dan disegani semua orang. Nama panglima itu ialah Karo keturunan India. Pada suatu ketika, maharaja ingin pergi dari negerinya untuk mencari tempat yang baru dan mendirikan kerajaan baru. Ia mengumpulkan semua pasukannya dan menganjurkan semuanya untuk bersiap-siap untuk berangkat ke negeri seberang. Ia juga mengajak putrinya Si Miansari untuk ikut merantau. Miansari sangat senang mendengar berita itu, karena ia sedang jatuh cinta kepada panglima perang tersebut. Akhirnya maharaja membagi kelompok dan Miansari memilih untuk bergabung dengan panglima perang. Mereka mulai berlayar menyeberangi lautan dengan rakit yang mereka buat sendiri. Demikianlah mereka mulai berlayar dan mereka tiba si sebuah pulau yang bernama Pulau Pinang. Mereka tinggal di tempat itu untuk beberapa bulan. Dan mereka berburu untuk mencari makanan mereka. Suatu hari maharaja memandang ke sebelah selatan dan melihat suatu pulau yang lebih luas dan lebih hijau lagi. Ia berniat untuk menyeberang ke sana. Sore harinya ia mengumumkan kepada rakyatnya agar bersiap-siap untuk berlayar ke seberang. Dalam perjalanan di tengah laut, mereka mengalami suatu musibah yang sangat dahsyat, yaitu angin ribut dan ombak yang sangat besar, sehingga mereka tercerai berai. Mereka sangat ketakutan dan beranggapan bahwa ajal mereka akan segera tiba. Tak disangka-sangka Miansari beserta panglima dan rombongannya terdampar di sebuah pulau yang tidak mereka kenal tetapi maharaja dan rombongannya yang tidak tahu di mana keberadaannya. Dengan demikian Panglima dan Miansari sepakat untuk melarikan diri dan menikah. Mereka berangkat dan membawa dua orang dayang-dayang dan tiga orang pengawal. Mereka mengikuti aliran sungai dan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Dan tiba di suatu tempat. Mereka tinggal di tempat itu beberapa bulan lamanya. Di pulau itu mereka hidup penuh dengan kebebasan. Pada waktu itu terjadilah peristiwa yang sangat penting, yakni panglima dan Miansari menikah disaksikan oleh dayang-dayang dan pengawal mereka. Setelah itu mereka mulai lagi melanjutkan perjalanan mereka untuk mencari tempat yang lebih aman. Mereka memasuki sebuah pulau yang tidak begitu jauh dari tempat mereka, yakni pulau Perca (Sumatra), dan tempat itu sekarang bernama Belawan. Dari tempat itu mereka kembali melanjutkan perjalanan menelusuri aliran sungai menuju pedalaman. Dan tibalah mereka di suatu tempat yang sekarang disebut Durin Tani. Di sana terdapat sebuah gua yakni gua Umang . Di dalam gua itulah mereka beristirahat untuk beberapa hari sebelum mencari tempat yang lebih aman. Karena mereka menganggap tempat itu belum begitu aman maka mereka memutuskan untuk mencari kembali tempat yang lebih aman. Mereka menelusuri hutan dan mengikuti aliran sungai menuju daerah pegunungan.Setelah beberapa hari lamanya mereka berada dan berjalan di tengah hutan belantara dan mereka melewati beberapa tempat yang bernama Buluhawar, Bukum, maka tibalah mereka di suatu tempat di kaki gunung. Dan tempat itu diberi nama Sikeben berdekatan dengan Bandarbaru. Mereka tinggal di situ beberapa bulan lamanya. Namun karena Si Karo melihat bahwa masih ada tempat yang lebih indah dari pada tempat itu, ia memutuskan agar mereka kembali berjalan menelusuri hutan. Akhirnya mereka tiba di kaki gunung Barus. Dan melanjutkan perjalanan ke gunung Barus tersebut. Mereka sangat senang melihat pemandangan yang begitu indah dan sejuk. Mereka sangat senang dan mereka semua setuju bila mereka tinggal di tempat itu. Tetapi Si Karo kurang setuju dengan permintaan teman-temannya, karena ia melihat bahwa tanah yang ada di tempat itu tidak sama dengan tanah yang ada di negeri mereka. Ia kemudian memutuskan untuk mencari tempat lain. Keesokan harinya mereka beristirahat di bawah sebuah pohon “jabi-jabi” (sejenis beringin). Si Karo mengutus seekor anjing untuk menyeberang sebuah sungai, untuk melihat keadaan. Dan anjing itu kembali dengan selamat. Maka mereka juga menyeberang sungai itu. Mereka menamai sungai itu Lau Biang, dan pada saat ini sungai ini masih ada. beberapa hari kemudian tibalah mereka di suatu tempat, dan tanah yang terdapat di tempat itu juga memiliki kemiripan dengan tanah yang ada di negeri mereka. Mereka sangat bergembira, dan bersorak-sorai. Daerah tempat mereka tinggal itu bernama Mulawari yang berseberangan dengan si Capah yang sekarang Seberaya. Dengan demikian si Karo dan rombongannya adalah pendiri kampung di dataran tinggi, yang sekarang bernama dataran tinggi Karo ( Tanah Karo). Pertama-tama mereka membangun rumah mereka dari kayu yang ada di tempat itu, beratapkan alang-alang, dan dindingnya berasal dari pohon enau. Dan mereka membangun 5 dapur dalam satu rumah. Si Karo mengangkat si Talon menjadi Kalimbubu, dan kedua dayang-dayang itu menjadi anaknya. Dan kedua pengawalnya diangkatnya menjadi menantunya. Dan mereka juga menikah. Setelah beberapa lama mereka tinggal di tempat itu, si Karo memiliki lima anak. Tetapi semuanya adalah perempuan, dan semuanya sangat cantik, jelita. Beberapa tahun kemudian barulah lahir seorang anak laki-laki. Mereka menamainya Meherga (berharga). Dan dari kata inilah asal kata Marga.





SOSOK ORANG KARO

Pada halaman ini saya menampilkan sosok orang karo dari tempo dahulu hingga sekarang serta orang karo yang memiliki arti sejarah akan saya tampilkan pada halaman blog ini. Selamat Membaca.

Potret manusia Dataran Tinggi Karo
Portret van een Batak man, Karo-Hoogvlakte
 Date : voor/before 1916
Author : niet bekend / unknown (Fotograaf/photographer)

Pria Karo (bagian 2) 

 

Pria Karo
Een man van Karo-Batak afkomst, Noord-Sumatra
Date : 1914-1919
Author : T. (Tassilo) Adam (Fotograaf/photographer)
 (Klik disini untuk melihat selengkapnya)

Sibayak Lingga

Sibajak Koetaboeloeh

Perayaan untuk Raja Sibajak Koetaboeloeh
Feestelijkheden bij de installatie van radja Sibajak Koetaboeloeh in de Karo-Bataklanden
Collectie: KITLV
Herkomst/Provenance: Voorhoeve, Dr P. / Barchem
Datum/Date: 1945
(Klik disini untuk melihat selengkapnya) 


Anak dengan Simbol di Dahi

Anak dengan simbol sihir di dahi
Kind met een magisch teken op het voorhoofd voor bij het binnengaan van een huis bij een huiswijding
1914-1919
Author : T. (Tassilo) Adam (Fotograaf/photographer)



Karo-batakse vrouwen luizen elkaar
Date [N.B.]
Source Tropenmuseum

 

Wanita Karo Bagian 2

Een groep vrouwen van Karo-Batak afkomst in lokale kleding met
bijbehorende hoofddoeken en oorijzers (padoengs), Noord-Sumatra
Date 1919
Source Tropenmuseum
(Klik disini untuk melihat selengkapnya) 


Description Nederlands: Foto. Portret van een jonge Karo Batak vrouw
Date 1910-1930
Source Tropenmuseum
Author niet bekend / unknown (Fotograaf/photographer).


Description Nederlands: Foto. Portret van een jonge Karo Batak vrouw
Date 1910-1930
Source : Tropenmuseum
Author niet bekend / unknown (Fotograaf/photographer).
(klik disini untuk melihat selengkapnya) 

Pa Samel, Penginjil Karo pertama, di Karo, Sumatera.
Pa Samel, de eerste Karo-evangelist, te Karo, Sumatra.
Date : 1914-1919
Author :  niet bekend / unknown (Fotograaf/photographer)

Penjual garam
Een zoutdrager van Karo-Batak afkomst, Noord-Sumatra
Date : 1914-1918
Author : T. (Tassilo) Adam (Fotograaf/photographer




1 komentar: